TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL – Seni membatik masih menjadi ikon di wilayah DIY dan sekitarnya. Alat dan bahan baku membatik pun masih dibutuhkan bagi para pembatik.
Tak hanya di level pengrajin, para pelajar dan masyarakat umum tak jarang juga membutuhkan alat dan bahan baku membatik untuk sarana belajar. Sebutlah canting dan kompor, kedua alat untuk membatik ini menjadi ide inovasi Nova Suparmanto dan rekan-rekannya.
Pada 2012 silam, saat ia berkunjung ke sentra batik di Imogiri, Nova menemukan para pengrajin batik terkendala bahan bakar kompor batik mereka. Saat itu, minyak tanah mulai langka sehingga menyulitkan para pembatik dalam pembuatan batik.
Dari situ, Nova dan rekan-rekannya muncul ide untuk membuat kompor listrik khusus untuk membatik. Akhirnya, pada 2014 Nova mendirikan Astoetik Batik.
Pada 2015, dengan dukungan dari Kementerian Pendidikan, Astoetik membuat pengadaan massal 5.000 buah kompor listrik. Setahun kemudian, kompetitor kompor listrik bermunculan.
“Kompetitor bermunculan, harga mereka jauh di bawah kita. Kita sempat sulit menjual produk, dan harus efisiensi karyawan sampai tinggal berdua,” ungkapnya.
Masuk 2017, Nova mengembangkan peralatan lainnya. Ia tak berhenti pada produksi kompor listrik saja. Meja cap, bak celup, hingga kompor cap juga diproduksi di Astoetik. Marketing Astoetik, Adi Prabowo mengatakan kompor listrik sampai saat ini masih menjadi produk unggulan Astoetik.
Versi kompornya pun juga bermacam-macam. “Versinya ada banyak, cuma bedanya hanya di dayanya saja. Ada yang 200 watt, ada yang 150 watt. Pemanasannya lama yang watt nya kecil,” kata Adi saat ditemui Tribunjogja.com di Workshop Astoetik, di Jeblog RT 2, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul.
Hasil pemanasan kompor listrik kata Adi, tidak jauh berbeda dari kompor tradisional. Bahkan kompor listrik ini lebih hemat dan memiliki banyak kelebihan.
“Kalau kompor tradisional kan pakai minyak tanah. Sangat repot, harus cari minyak, banyak keluar asap, di kain dia bisa terbakar api sampai ke mana-mana, dan banyak asap,” jelasnya.
Kompor listrik ini cenderung stabil karena bisa diatur suhunya. Penggunaannya sama seperti menggunakan alat elektronik lainnya, cukup menancapkan kabel ke terminal listrik, kompor sudah bisa digunakan.
Karena mudah digunakan, permintaan kompor listrik ini juga banyak datang dari sekolah-sekolah. Tak jarang Astoetik mendapat pesanan ratusan kompor listrik.
Dalam sebulan, produksi kompor listrik bisa mencapai 400 buah. Namun untuk penjualannya, Adi mengaku tidak menentu karena tergantung permintaan. “Penjualan kadang jomplang, bisa bulan ini 30, tapi bulan kemarin 600 kompor,” ungkapnya. Satu unit kompor listrik lengkap dengan wajannya dipatok harga sekitar Rp300.000. Sedangkan untuk canting listrik 3 in 1 dipasang harga Rp275.000.
Baru-baru ini Astoetik juga meluncurkan produk canting portable. Jenis canting ini dipasang harga Rp700.000 lengkap dengan powerbank-nya.
Selain fokus pada produksi alat membatik dan alat kerajinan lainnya, Astoetik juga membuka lokakarya membatik. Kebanyakan pesertanya merupakan pelajar dan instansi-instansi.
“Karena kita one stop batik services, jadi meliputi produksi alat bahan dan pelatihan. Paling tidak sebulan sekali puluhan orang belajar membatik ke sini. Atau bisa juga kalau mau latihan sendiri, sewa kompor, per hari satu kompor Rp35 ribu,” katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Kompor Listrik Astoetik Mudahkan Perajin dalam Membuat Batik, https://jogja.tribunnews.com/2019/10/07/kompor-listrik-astoetik-mudahkan-perajin-dalam-membuat-batik?page=4.
Penulis: amg
Editor: Gaya Lufityanti
Leave a Reply